Rabu, 07 November 2012

New Activity


Sudah dua tahun ini, saya dan seorang teman saya bernama Isma Savitri Amir memiliki hobi baru, yaitu berkeliling ke luar negeri dengan bugdet murah atau bahasa kerennya backpack.

Bagi yang belum mengerti triknya, mungkin baru mendengarnya saja sudah menganggap hobi tersebut mahal. Tetapi, bagi saya dan Isma justru sebaliknya. Sebab, kami memanfaatkan promosi tiket penerbangan murah untuk menyalurkan hobi baru tersebut. Sebab, bagi kami berdua mengunjungi negara lain rasanya tidak tergantikan.

Ditambah lagi, kami tidak menggunakan jasa paket tur wisata. Sehingga, mengirit biaya karena semua kami lakukan sendiri, mulai mencari tempat penginapan sampai ke tempat-tempat tujuan wisata.

Untuk diketahui, banyak negara-negara di kawasan Asia Tenggara yang bekerja sama dengan maskapai penerbangan untuk mempromosikan wisatanya. Itu dilakukan dengan menjual tiket penerbangan dengan harga miring. Salah satunya, Thailand.

Dengar-dengar, tahun 2011 lalu, Pemerintah Thailand bekerjasama dengan beberapa maskapai penerbangan, termasuk Air Asia untuk mempromosikan Phuket sebagai tempat tujuan wisata di Asia menggantikan Bali. Sehingga, tiket penerbangan ke sana sempat dihargai tidak sampai Rp 400 ribu.

Tawaran murah tersebut cukup menggiurkan bagi kami berdua. "Kapan lagi ke luar negeri murah"

Tetapi, kami cukup menyayangkan kenapa bepergian ke objek-objek wisata menarik di negeri sendiri, seperti ke Pulau Komodo atau Raja Ampat justru harus mengeluarkan biaya lebih mahal.

Tahun depan, saya dan Isma bercita-cita kembali mengunjungi Bangkok atau ke Laos, Myanmar, India. Bahkan, cita-cita besar kami bisa mengujungi kota di Nepal yang dijuluki sebagai negeri di atas awan, Ladakh.

Sebagai perbandingan, tahun 2011 perjalanan saya, Isma dan satu orang teman bernama Wita ke Phuket-Bangkok- Ho Chi Minh selama enam hari totalnya hanya menelan biaya rata-rata Rp 3,3 juta perorang. Biaya itu, sudah termasuk tiket penerbangan, penginapan, akomodasi, makan selama enam hari tersebut.

Kemudian, tahun 2012 ini, perjalanan tujuh hari ke dua negara dan enam kota, yakni Kuala Lumpur-Phnom Penh-Siem Riep-Bangkok-Chiang Rai-Chiang Mai menelan biaya Rp 3,3 juta perorang.

Biaya tersebut, saya anggap lebih murah dibandingkan biaya berlibur ke Pulau Dewata atau Bali tahun 2012. Di mana, menelan biaya hampir Rp 2 juta perorang hanya untuk tiga hari empat malam.

Bagi yang ingin berwisata dengan bugdet murah ke luar negeri, hal pertama yang harus dilakukan adalah mencari tiket penerbangan pulang-pergi yang murah.

Tetapi, perlu diperhatikan, maskapai penerbangan kerap mempromosikan tiket penerbangan murah untuk periode terbang enam bulan sampai satu tahun setelahnya.

Kedua, tentukan tempat penginapan yang akan ditempati selama di luar negeri. Disesuaikan dengan kantong. Manfaatkan situs di internet yang menawarkan tempat penginapan, seperti Agoda sebagai referensi.

Ketiga, tentukan objek wisata mana saja yang akan dikunjungi di negara tersebut. Disertai dengan cara menuju ke tempat tersebut dan biaya perkiraan yang harus dikeluarkan.

Kemudian, selama menunggu waktu berwisata, bisa dimanfaatkan untuk membuat rencana perjalan seraya menabung. Sehingga, tidak terlalu membebani ketika waktu berwisata tiba.

Selain itu, waktu yang lama tersebut bisa dimanfaatkan untuk mempersiapkan persuratan, seperti Pasport atau Visa. Serta, mencari tahu mengenai negara tujuan dan mempersiapkan barang-barang yang akan dibawa.

Kabar gembira, bagi yang ingin mengunjungi kompleks candi terluas Angkor Wat di Siem Riep, Kamboja. Tidak perlu lagi menggunakan Visa on Arrival, menunjukkan pasport sudah cukup.

Selasa, 29 November 2011

"Toilet Executive"

Mungkin sebagian orang menganggap biasa keberadaan toilet executive. Tetapi, buat saya itu cukup mengejutkan. Ternyata toilet juga ada pengklasifikasiannya, seperti kasta saja.

Selama ini, keberadaan toilet executive baru dalam bayangan saja. Tetapi, ternyata orang Indonesia itu cukup kreatif dan inovatif karena di salah satu pusat perbelanjaan ternama di daerah Jakarta Utara (ITC Mangga Dua) sudah ada loh toilet itu.

Jika toilet biasa yang termasuk fasilitas pusat perbelanjaan tidak memungut biaya. Berbeda dengan Toilet Executive ini, setiap pengguna jasa diwajibkan membayar biaya sebesar Rp 2.000 per orang.

Tetapi, tenang saja, dengan membayar Rp 2.000 per orang tidak hanya dapat menggunakan toilet. Namun, juga mendapatkan satu pak tissue. Sehingga, tidak perlu risih karena tidak ada tissue. Sebab, bagi kaum hawa tissue adalah barang wajib saat akan ke toilet. Mengingat, kondisi toilet umum yang tidak terjamin kebersihannya.

Uniknya, Toilet Executive ini tidak hanya disediakan untuk kaum hawa. Sebab, ternyata toilet jenis ini juga disediakan bagi kaum adam.

Dengan biaya yang sama, yaitu Rp 2.000 per orang, kaum adam juga akan mendapatkan fasilitas yang sama, seperti satu pak tissue.

Hanya saja, cukup disayangkan, saya tidak sempat melihat bagian dalam Toilet Executive tersebut karena sudah tutup. Sehingga, tidak dapat menggambarkan bagaimana kondisinya. Apakah kebersihannya lebih terjamin daripada toilet umum biasa.

Tetapi, dari pengamatan di lapangan sepertinya memang banyak pengunjung ITC Mangga Dua yang memilih menggunakan Toilet executive tersebut. Sebab, dalam kondisi tutup masih banyak calon pengguna jasa yang datang.

Berbicara mengenai bisnis toilet memang cukup menggiurkan. Berdasarkan blog milik Yusuf Sofyan (yusufsofyan.blogspot), hampir 75% orang hidup diluar rumah selalu membutuhkan toilet. Sehingga, akan sangat menggiurkan karena cepat mendatangkan rupiah.

Selain itu, lanjut Yusuf, dari sisi konsumen dapat dipastikan 30% orang yang berpergian selalu memanfaatkan fasilitas toilet, selama tersedia fasilitas toilet yang memadai.

Yusuf menghitung, jika dalam sehari terdapat 500 pengunjung dengan rata2 membayar Rp 1.000. Berarti, sudah mendapatkan pemasukan sebesar Rp 500.000. Kemudian, setelah dipotong bagi hasil 30% dan cadangan biaya operasional harian maka dapat mengantongi bersih sebesar Rp 200.000. Dikalikan 30 hari jadi pendapatan bersih sekitar Rp 6 juta perbulan.

Tetapi, Yusuf mengatakan hitungan tersebut masih hitungan kotor.

Yusuf menyarankan untuk memulai bisnis toilet. Pertama, yang harus dilakukan adalah mendatangai dinas-dinas terkait seperti Dinas pasar, dinas pariwisata, dinas perhubungan atau dinas Pekerjaan umum untuk diajak kerjasama dalam pengelolaan toilet umum.

Selain itu, kerjasama bisnis juga dapat dijalin dengan pusat-pusat keramaian dan pelayanan masyarakat seperti Terminal, pasar, stasiun, tempat wisata dll adalah lokasi dimana toilet umum biasanya berada.

Tetapi, Yusuf mengingatkan berhasil atau tidaknya bisnis toilet umum juga terletak pada fasilitas toilet yang bersih, sehat dan nyaman. Sehingga, pengelolaan toilet umum sangat perlu diperhatikan.

Selamat Mencoba....

Senin, 17 Oktober 2011

Belalu-lintas Aman di Bangkok

kiri: angkutan umum di Bangkok. by Isma savitri Amir


Mudah-mudahan pembaca tidak bosan karena lagi-lagi membahas masalah lalu lintas di Bangkok. Tetapi, jujur saja memang banyak hal yang bisa dipelajari dari Ibu kota Thailand tersebut.

Setelah membahas masalah keberadaan CCTV dan zebra cross. Sekarang, saatnya membahas masalah moda transportasi umum, yaitu angkutan umum.

Jika dilihat secara fisik, memang sepertinya tidak ada bedanya dengan angkutan umum di Jakarta. Banyak moda transportasi umum di Bangkok terlihat sudah cukup tua dan tidak dilengkapi dengan air conditioner (AC)

Hanya saja, walaupun secara fisik sama tetapi ternyata berbeda loh. Karena, mengejutkan kondisinya masih sangat terawat.

Hampir semua angkutan umum di Bangkok menggunakan pintu otomatis. Dan ternyata, pintunya masih berfungsi dengan baik loh, walaupun secara fisik sudah tua.

Yang terpenting adalah angkutan umum di Bangkok tidak ugal-ugalan di jalan raya. Sehingga, penumpang merasa sangat dihargai nyawanya.

Selain itu, setiap angkutan umum, kecuali tuk-tuk harus berhenti di pemberhentian bus yang telah disediakan. Sehingga, lalu lintas menjadi lancar.

Memang sih, pemberhentian bus yang dimaksud tidak semuanya bagus seperti halte bus transjakarta. Karena, ada yang hanya berupa halte kecil saja.

Tidak hanya angkutan umumnya yang patut dipuji. Tetapi, masyarakat kota Bangkok juga patut mendapatkan pujian karena bersedia mentaati peraturan dengan naik bus di tempat yang sudah disediakan.

Sekarang saatnya berkaca dengan Jakarta.

hmmpphhh...

Tidak ada yang bisa dikatakan.
Mungkin, Indonesia memang harus belajar banyak dari Bangkok.
Bayangkan saja, Metromini ataupun Kopaja dan juga angkot-angkot kecil sembarangan menaik-turunkan penumpang.

Walhasil, kemacetan terjadi dan halte bus yang telah disediakan hanya menjadi pajangan atau tempat pedagang kecil atau kaki lima berjualan.

Dan yang paling membahayakan adalah sopir angkutan umum yang tidak taat pada lalu lintas.

Bayangkan saja, setiap hari nyawa kita dipertaruhkan di tangan sopir yang ugal-ugalan, menyerobot lampu merah, menyerobot pintu perlintasan kereta api dan juga terkadang di tangan anak SMP.

Pemerintah atau pemimpin seperti apa yang tidak menghargai nyawa rakyatnya seperti itu.

Sungguh terlalu... (Kata Bang Haji Oma)

Mengutip sedikit kata-kata tokoh favorit ku dalam kisah sejarah Tiga Kerajaan (sam Kok), Zu Ge Liang (Kong Beng). Walaupun, mungkin sedikit tidak nyambung,,

"Seorang pemimpin yang bijak tidak khawatir apakah rakyat mengenalnya atau tidak; dia justru khawatir kalau dia tidak mengenal rakyatnya" -ZU Ge Liang-

Zebra Cross Berfungsi di Bangkok

Ilustrasi menyeberang jalan di Phuket dari google.com
 Masih membicarakan hal yang ada hubungannya dengan jalan raya di Bangkok..

Tahu ngga sih, ternyata di Bangkok sepertinya tidak ada jembatan penyeberangan dan digantikan oleh zebra cross.

Walaupun, di daerah perniagaan memang terlihat beberapa jembatan penyeberangan. Tetapi, ternyata berfungsi untuk jalan penghubung jika ingin menggunakan moda transportasi kereta diatas jalan raya atau BTS (Sky Train).

Tetapi, walaupun hanya menyebrang menggunakan zebra cross ternyata masyarakat yang tinggal di Bangkok sangat patuh loh. Mereka, tidak menyeberang jalan secara sembarangan. Melainkan, berjalan diatas Zebra Cross tadi.

Kepatuhan ini, membuat para turis yang berwisata ke Bangkok mau tidak mau mengikutinya. Jadi, selama di Bangkok, saya, Isma Savitri Amir (Isma) dan Roswita Oktavianti (Wita) selalu menyebrang diatas Zebra Cross.

Tidak hanya di Bangkok. Hal yang sama juga terlihat di daerah bagian barat selatan Thailand, tepatnya di Phuket.

Walaupun, lalu lintas di Phuket tidak seramai di Bangkok tetapi masyarakat setempat sangat mematuhi aturan lalu lintas loh.

Di Phuket Town, Zebra Cross sangat dihargai. Karena, digunakan dengan baik untuk menyeberang jalan raya.

Bahkan, Wita sempat terkagum akan betapa taatnya masyarakat Phuket dalam berlalu lintas.
Yang membuat Kuli Tinta ini terkagum adalah ketika lampu merah, kendaraan berhenti tepat di belakang Zebra Cross. Sehingga, terlihat rapih dan zebra crossnya bisa digunakan pejalan kaki untuk menyebrang.

Jakarta mungkin harus belajar banyak dari Bangkok. Contoh, di Jakarta banyak dibangun jembatan penyeberangan. Tetapi apakah digunakan??
Jujur saja, banyak yang malas dan cenderung menyeberang di sembarang tempat.

berharap besar, tulisan ini bisa membantu membuat Jakarta lebih tertib. Karena, kalau bukan kita yang memulai dari diri sendiri, Siapa lagi!!!

Seperti lagunya lirik lagunya mendiang MJ berikut ini;

I'm starting with the Man In The Mirror
i'm asking him to change his ways
no message could have been any clearer
If you wanna make The World a Better Place
Take a look at Your self and then MAKE A CHANGE


Ayo Berubah Ke arah yang Lebih Baik
Semangat Garuda ku!!!

Hati-hati CCTV di Bangkok

 
Bangkok, Ibu kota Thailand ini terlihat mulai berbenah diri. Walaupun, dalam hal pembangunan tentunya Jakarta telah memulai terlebih dahulu.

Tetapi, entah mengapa kota Bangkok terlihat lebih terintegrasi dan rapih. Walaupun, terkadang harus menghadapi kemacetan sama seperti di Jakarta.

Walaupun, saya tidak sempat menjelajahi seluruh Ibu Kota negeri Gajah putih tersebut. Tetapi, seluruh penduduk kota terlihat saling berlomba untuk mentaati peraturan.

Ada satu hal yang sangat menarik perhatian saya ketika satu harian menjelajah di jalan-jalan kota Bangkok, yaitu adanya CCTV (Clossed cirkuit television) yang terpasang hampir di semua lampu lalu lintas di jalan raya.

Bahkan, di satu buah lampu lalu lintas bisa terpasang tiga buah cctv yang menghadap ke segala arah.

Adanya cctv ini mungkin yang membuat para pengguna jalan raya, mulai dari pengendara mobil, motor, tuk-tuk sampai pejalan kaki mengikuti aturan yang ditentukan oleh pemerintah.

Sementara di Jakarta sendiri, sampai tahun 2011 di klaim telah terpasang 100 CCTV di lima daerah. Hanya saja, lebih berfungsi sebagai alat pemantau kemacetan dan pemberi tahu jika terjadi kerusuhan di suatu daerah. Seperti cctv yang terpasang di daerah matraman untuk memantau tawuran yang sering terjadi antara mahasiswa Universitas Kristen Indonesia (UKI) dan YAI.

Ayo Jakarta jangan mau kalah sama Bangkok!!

Jumat, 14 Oktober 2011

Tidak ada Uang Receh di Ho chi minh?

diambil dari google.co.id
Berlibur di Ho chi minh city sebenarnya sama saja seperti di Indonesia. Hanya saja, sedikit berbeda karena di ho chi minh masih banyak taman kota yang indah tempat masyarakat viet berkumpul.

Sayangnya, merasa sedikit rugi karena entah kenapa sepertinya di sana tidak mengenal atau tidak memiliki mata uang kecil.

Contoh, ketika menukar uang USD ke Vietnam Dong (VND) ke money changer di Bandara Tan Son Nhat International Airport di Ho chi minh ternyata tidak mendapat uang kecilnya

Jadi, saya menukar 55 US$ dengan rate 20.865 VND. Seharusnya, mendapat 1.147.575 VND. Tetapi, saya hanya menerima 1.147.000 VND ajah. Berarti rugi, 575 VND.

Hal yang sama juga terjadi pada teman satu petualangan, Roswita Oktavianti. Bahkan dia sampe refleks bertanya pada ku koq kurang yah. Jadi, ceritanya Wita nuker 60 US$ dan hanya mendapat 1.251.000 VND. Padahal seharusnya mendapat 1.251.900.

Tidak hanya itu, ketika berbelanja juga sama. Contoh, waktu membeli minuman di sebuah minimarket harganya 8.500 VND. dibayar 10.000 VND. Harusnya kembali 1.500 VND. Tetapi, kasir nya mengatakan tidak ada kembalinya. Sehingga, diganti dengan tiga buah permen.
hahahahahaaa...

Tetapi, ternyata sepertinya masyarakat sekitar mengenal uang kecil. Buktinya, teman satu petualangan , Isma Savitri Amir, sempat mendapatkan uang kembalian 500 VND.

Membingungkan,, apa karena mereka tahu ya klo kami bertiga turis. Sehingga, semuanya digenepin ajah deh.
Dan apakah turis lain juga mengalami hal yang sama.

FYI:
di Ho chi minh ternyata bisa pake USD koq. Bahkan, untuk turis biasanya memang ditawarkan membayar menggunakan USD.